Namaku Annisa, hari ini aku bete banget. Bagaimana tidak, di Ulang Tahun
yang ke 22, ini tanpa teman tanpa pacar. Anak-anak kost lagi pulang
kampung. Sebenarnya banyak cowok yang mendekati tapi aku masih enggan
untuk menerima mereka.
Tiba-tiba pintu kamarku diketuk. Dengan
enggan aku buka, ternyata Astrid dan Ririn datang mau meminjam catatan.
Menurut kabar yang beredar di kampus mereka itu pasangan lesbian.
"Eh, kalau tidak salah kamu hari ini ultah kan.. selamat ya!", kata Ririn.
"Makasih Rin", jawabku malas.
"Kok cemberut sih, harusnya kan hepi" Tanya Astrid.
"Terus yayangmu mana nih?".
Akhirnya aku ceritakan semua yang membuat hatiku sedih.
“Kasihan........ eh bagaimana kalo kamu ikut ke rumahku, kita bisa senang-senang di sana, benar nggak Rin?", ajak Astrid.
Tanpa
pikir panjang aku ikut mereka. Baru kali ini aku ke rumah Astrid.
Ternyata di rumah yang cukup mewah ini, Astrid tinggal berdua dengan
Ririn. Orang tuanya berada di luar negeri. Kami lalu ngobrol dan saling
becanda. Mereka ternyata asik buat becanda bahkan lebih gila. Astrid
kemudian mengajak main kartu dengan hukuman bagi yang kalah melepas
seluruh pakaian satu persatu dan harus menuruti apa yang diminta
pemenang. Di akhir permainan, Astridlah pemenangnya, ia masih mengenakan
BH dan celana dalam sedang aku hanya tinggal celana dalam, bahkan Ririn
sudah telanjang. Mula-mula aku malu, tapi mereka tenang-tenang saja.
Diam-diam aku tertarik juga melihat tubuh mereka yang indah, walau
tubuhkupun sebenarnya tidak kalah seksi.
"Nah aku yang menang, sekarang kalian harus siap dihukum. Rin, ambil peralatannya!", kata Asrid.
Ririn lalu mengambil sebuah tas dan beberapa gulung tali dari dalam lemari.
"Untuk apa tali itu?", tanyaku bingung.
"Kita yang kalah akan diikat, kamu pernah belum Nis ?" kata Ririn.
Aku mengangkat bahu dan menggeleng.
"Kalau gitu ini akan jadi pengalaman pertamamu yang mengasikkan", lanjut Ririn.
"Sekarang bantu aku mengikat Ririn dulu", kata Astrid.
Kami
lalu mengikat Ririn pada sebuah kursi. Astrid mengikat kedua tangan
kebelakang juga mengikat tubuh Ririn ke sandaran kursi. Sedang aku
mengikat kakinya pada masing-masing kaki kursi secara terpisah. Setelah
itu Astrid membuka tas dan mengambil sebuah alat berbentuk bola kecil.
"Apa itu Trid?", tanyaku.
"Ini namanya ballgag Annisa, gunanya untuk membungkam mulut", jelas Astrid.
"Coba kamu pasangkan ke mulut Ririn".
"Ya, ayo bungkam mulutku, tak usah ragu Nis, yang erat sekalian", sahut Ririn ketika melihatku ragu.
Aku
lalu memasangkan ke mulutnya dan mengekangnya dengan erat, hingga aku
yakin Ririn tak dapat mengeluarkan suara lagi. Dalam keadaan telanjang
dan terikat tak berdaya seperti itu, aku lihat Ririn tenang-tenang saja
bahkan terlihat sangat menikmatinya.
"Sekarang giliranmu Nis, mau pakai borgol atau tali?" Tanya Astrid.
" Terserah kamu, aku menurut saja." ujarku pasrah dan bingung
Asrid
mengambil beberapa gulung tali lagi lalu menyuruhku telungkup di kasur.
Kemudian ia mengikat kedua tanganku ke belakang, lutut dan pergelangan
kakiku juga diikat. Tidak juga itu, tanganku diikatkan lagi dengan
kakiku hingga tertarik hampir menyentuh pergelangan kaki. Kata Astrid
itu namanya hogtied.
"Gimana, sakit tidak?" tanyanya.
Aku
menggeleng walau sebenarnya sedikit sakit karena ikatan yang sangat
erat. Tidak tahu mengapa aku merasakan sesuatu yang aneh dan
menyenangkan dalam keadaan tak berdaya begini.
"Aku sumbat mulutmu ya." Kata Astrid sambil mengambil sebuah bandana.
Akupun diam saja ketika ia membungkam mulutku dengan bandana tersebut.
Selesai
mengikatku, Astrid kembali ke Ririn, lalu ia menciumi tubuh Ririn,
menjilati kemaluannya dan meremas-remas payudaranya yang montok.
Ririn
terlihat sangat terangsang dan menikmati permainan itu. Melihat mereka,
tidak tahu mengapa aku ikut terangsang juga dan ingin diperlakukan sama
seperti itu. Tubuhku menegang menahan gairah. Astrid yang mengetahui
hal itu lalu menghampiriku sambil membawa alat suntik.
"Kamu tenang
dulu, nanti ada permainan sendiri buatmu yang lebih mengasyikkan.
mungkin sebaiknya kamu istirahat, simpan tenaga buat nanti."
Astrid
menyuntikku dengan bius, aku sebenarnya tidak setuju tapi tidak berdaya
menolaknya sehingga akhirnya aku tak sadarkan diri....
Ketika
terbangun aku terkejut melihat ruang dipenuhi lilin. Juga tidak ada
Ririn maupun Astrid. Sedangkan aku kini tidak terikat hogtied lagi tapi
dalam posisi berdiri agak berganyung. Kedua tanganku terikat erat ke
belakang, kedua kakiku diikat pada ujung-ujung sebuah tongkat besi
hingga mengangkang posisinya. Lebih terkejut lagi ketika aku
memperhatikan pakaianku yang aneh. BH yang kupakai pada bagian payudara
berlubang hingga payudaraku kencang menyembul keluar juga celana
dalamnya pada bagian kemaluan berlubang. Sedang tanganku memakai sarung
tangan panjang kakiku telah memakai stocking. Semua pakaian terbuat dari
kulit berwarna hitam. Karena bingung aku lalu mencoba memanggil Astrid
dan Ririn.
“eemmmppphhhh........!!”
Aku ingin berbicara tapi
suaraku tidak bisa keluar terhalang bola di mulut. Ternyata mulutku
telah di bungkam dengan ballgag yang tadi digunakan untuk membungkam
Ririn. Aku panik dan berusaha melepaskan diri tapi sia-sia, ikatannya
terlalu erat tidak mungkin untuk membebaskan diri. Akhirnya pintu kamar
terbuka. Astrid masuk.
"Wah.. sudah bangun, lapar ya?", katanya sambil membawa makanan.
"Mmpphhhh.. mmpphhhh.." jawabku sambil mengangguk.
Astrid lalu melepaskan ballgag yang membungkam mulutku.
"Kamu mau apa lagi Trid ? Tolong lepaskan aku dong..." pintaku pada Astrid.
"Belum waktunya Annisa, aku belum bermain-main sama kamu. Sekarang kamu makan dulu!".
Astrid
lalu menyuapi makanan hingga aku kenyang. Setelah itu dia mengambil
ballgag dan berniat untuk memasangkan lagi di mulutku.
"Tidak...... Astrid!! aku nggak mau memakai itu,.. tol.. mmpphh.. mmpphhh..".
Astrid tidak peduli dengan penolakanku dan tanpa kesulitan berarti dia berhasil kembali membungkam mulutku.
"Ririn akan aku bawa kesini, sementara itu kamu lihat film dulu. Ok!".
Sambil
berkata, dia memutar sebuah film yang berisi adegan wanita-wanita yang
diikat dan disiksa. Kali ini aku benar-benar takut membayangkan rasa
sakit ketika disiksa seperti itu, ketika film itu habis....
Pintu
kamar terbuka dan Astrid kembali masuk, kali ini bersama Ririn. Dengan
pakaian hitam ketat, Astrid kelihatan sangat cantik, sedang Ririn
telanjang hanya mengenakan sarung tangan, stocking dan topeng hitam
seperti algojo dalam film itu. Kedua tangan Ririn diborgol dengan rantai
panjang dan dilehernya juga terdapat rantai pengekang. Aku tidak tahu
permainan apa lagi yang akan mereka mainkan. Ririn dibawa kearahku lalu
leherku dipasang pengekang dan diikat dengan ujung satunya dari rantai
yang mengekang leher Ririn. Kini leherku dan leher Ririn terikat rantai
sepanjang 1 meter. Astrid mengambil cambuk dan mulai mencambuki punggung
dan pantatku, sementara tangan Ririn bermain-main dengan payudaraku.
"eemmmpphhhhh...... emmpphhhh...... mmmpphhhh......!!!!".
Aku
cuma bisa mengaduh, tidak tahu karena sakit dicambuk atau keenakan.
Benar-benar suatu perasaan yang aneh tapi mengasyikkan. Aku merasakan
suatu gairah yang baru pertama kali kurasakan. Selesai bermain-main
dengan cambuk, Astrid menyuruh Ririn untuk duduk bersimpuh sehingga
kepalanya tepat dihadapan kemaluanku.
Kemudian Astrid mengambil
sebuah alat baru yang lebih aneh lagi dan memasangkan di mulut Ririn.
Alat itu berbentuk penis, sehingga terlihat dari mulut Ririn keluar
sebuah penis tersebut. Dan dengan mulutnya, penis itu dimasukkan ke
kemaluanku. Oh.. sungguh nikmat sekali yang aku rasakan. Astrid lalu
mengambil jepitan pakaian dan menjepitkan pada kedua payudaraku tepat di
putingnya. Sakit rasanya. Kembali aku melotot memprotes tindakannya.
"eemmmpphhhhhh........ mmmpphhhhh......!!!" erangku.
Tapi
Astrid malah tersenyum senang melihatku kesakitan. Tidak puas dengan
itu, Astrid mengambil lilin yang ada di lantai dan meneteskan lelehan
lilin panas itu ke tubuhku dan Ririn sambil tertawa-tawa. Sementara
Ririn terus saja memainkan penis itu di kemaluanku. Entah berapa lama
mereka akan menyiksaku seperti ini. Walaupun lama kelamaan aku bisa juga
menikmati siksaan tersebut. Hingga akhirnya tidak kuat menahan rasa
sakit dan gairah yang semakin memuncak, aku pingsan tidak sadarkan diri.
Sewaktu sadar, aku berada di kamar dengan ditemani oleh mereka.
Namun tangan dan kakiku ,masih tetap terikat. Tubuhkupun telah
mengenakan pakaian seperti ketika datang.
"Selamat pagi.." Ririn dan Astrid menyapaku sambil tersenyum.
Ternyata sudah pagi, jadi hampir semalaman aku telah diikat dan disiksa mereka.
"Bagaimana keadaanmu, sudah baikan?", tanya Ririn.
"Iya, kapan nich aku kalian lepasin.....? " sahutku seraya mengangguk,
“Mau dilepasin sekarang, Nis ?” tanya Astrid yang langsung melepaskan simpul tali yang mengikat di kaki dan tanganku.
Bangun
dalam tubuh yang masih sedikit terasa lelah, ketika kuperhatikan
tubuhku masih ada bekas cambukan juga di pergelangan kaki dan tangan
masih terlihat guratan merah bekas ikatan tadi malam. Sebelum pulang,
mereka menawarkan untuk melakukannya lagi di lain waktu.
"Bagaimana, kami tidak memaksa.. tapi jangan kamu sebarkan hal ini", Kata Astrid sambil menyerahkan kaset video.
Ternyata
diam-diam mereka telah merekam semuanya. Sampai aku pulang, aku belum
memberikan jawaban. Yang pasti kalau menginginkannya lagi aku yang akan
menghubungi mereka.
Suatu malam tiba-tiba aku ingin melihat rekaman
itu, melihat kejadian-kejadian ketika aku diikat dan disiksa, membuat
gairahku muncul dan menginginkannya lagi. Kemudian aku ambil telepon
genggamku dan mengetik sms :
"Astrid, Ririn...... kapan nich, kalian akan mengikat dan 'menyiksa'ku lagi..??".
TAMAT
Kamu sedang membaca artikel tentang Di Umur 22 dan kamu bisa menemukan artikel Di Umur 22 ini dengan url http://ingin-diikat-dan-disumpal.blogspot.com/2013/01/di-umur-22.html, kamu boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Di Umur 22 ini sangat bermanfaat bagi banyak orang, namun jangan lupa untuk meletakkan link Di Umur 22 sebagai sumbernya.
0 komentar "Di Umur 22", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar